Tak Kenal Waktu, Ternyata Dakwah Digital Itu Seru!
Oleh: Raqhell Safitri
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Hallo readers!
Gimana kabarnya hari ini? Semoga sehat selalu ya. Di situasi pandemi kali ini, jangan mager buat pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, dan jauhi kerumunan. Semangat ya readers!
Perkenalkan namaku Raqhell Safitri, mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung semester tiga, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Di tulisanku kali ini, akan aku ceritakan pada kalian bagaimana rasanya menjadi tim media jurnalis dakwah yang sekarang lagi viral banget di media sosial. Rasanya? Ah mantap!
Bayangin aja, dengan video satu menit kita udah bisa mengambil hikmah dibalik video ceramah para ustadz maupun ustadzah. Selain video, ada juga podcast serta microblog yang di desain lebih simple bagi readers yang pengen langsung baca ke inti ceramahnya.
Bermula dari hobi fotografi yang membawaku menjadi keluarga besar KPI UIN SGD Bandung pada tahun 2019, tak ku sangka akan di pertemukan pada mata kuliah Jurnalisme Dakwah yang di ampu oleh Dr. Uwes Fatoni, M.Ag. Beliau adalah sosok yang di segani dengan segudang prestasi. Meski pandemi, semangat beliau dalam memberikan motivasi untuk tetap produktif kepada kami dilakukan tiada henti.
Beliaulah yang membimbing kami, mulai dari cara menulis opini, menulis berita seputar masjid, sampai dengan bagaimana cara meliput tokoh dan kegiatan masjid yang ada di sekitar rumah. Sesuatu yang sangat tidak terduga sebelumnya, bukan?
Jurnalisme dakwah sendiri merupakan salah satu mata kuliah yang berada dalam jurusan KPI semester tiga. Jurnalisme dakwah adalah sebuah proses peliputan serta pelaporan peristiwa yang mengandung pesan dakwah berupa ajakan ke jalan Allah SWT. Maka tak heran dosen kami memberikan pengajaran yang sesuai dengan minat dan bakat kami, khususnya dalam dunia kejurnalistikan.
Hampir setiap hari kami di sibukan dengan berbagai permasalahan jurnalistik yang ada di lingkungan masjid, sekitar rumah tempat kami tinggal. Awalnya merasa bingung dan gugup saat memikirkan bagaimana cara mewawancarai tokoh maupun kegiatan masjid, karena ini adalah kali pertama bagi kami melakukan peliputan sendiri (tanpa tim/crew) dikarenakan situasi yang mengharuskan dirumah saja.
Memikirkannya saja sudah membuat penat, karena berbagai pertanyaan muncul di kepala. Bagaimana jika aku malu? Bagaimana jika ditolak wawancara? Bagaimana jika terjadi kesalahan? Serta “bagaimana-bagaimana” lainnya yang mengharuskan kaki dengan rela untuk di seret ke dalam masjid. Aku pasti bisa, ucapku dalam hati waktu itu.
Pertanyaan dan perasaan yang sebelumnya berkecamuk di kepala, akhirnya hilang seketika. Pasalnya, tokoh masjid dan orang-orang yang berada di sana sangat antusias saat di wawancarai perihal masjid tersebut. Ada banyak pesan dan hikmah saat aku melakukan proses wawancara, katanya kita harus melakukan segala sesuatu dengan ikhlas dan kerja keras. Jika kamu ingin berlari kencang, maka itu bisa dilakukan sendiri. Tetapi jika kamu ingin berlari lebih jauh, maka berlarilah bersama-sama.
Seiring dengan berjalannya waktu, kami sudah mulai terbiasa dengan hal-hal baru seputar masjid. Ini menjadikan keahlian (skill) kami meningkat, mulai dari menulis berita hingga mengedit video ceramah tokoh masjid di sekitar rumah. Kami menikmati setiap prosesnya, meski terkadang ada beberapa hal yang harus di korbankan. Seperti kuota, sinyal yang tidak mendukung, serta memori internal yang semakin penuh, dan kendala lainnya.
Ternyata berdakwah digital itu seru, asal kita menyenangi kegiatan itu dan fokus pada tujuan sebenarnya yakni menyiarkan agama Allah SWT. Semoga lelah kami menjadi lillah, dan aku harap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Masyaallah ukhti
BalasHapus